3/12/2017

Tentang Rindu

Ini tentang rindu yang mengganggu. Rindu yang tak bertuan. Rindu yang tak berbalas. Rindu yang membiru. Sebut saja semua jenis rindu yang kau alami. Rindu itu kadang menyakitkan, jika kau hanya bisa merindu dalam diam. Rindu itu melegakan, jika yang kau rindukan balas merindumu. Rindu  bisa saja rumit, yang kau rindukan tidak merindumu tapi merindukan yang lain. 

Rindu itu tentang menunggu. Menunggu namanya muncul di layar ponselmu. Menunggu sosoknya hadir di antara riuhnya penumpang yang turun dari kereta. Menunggu peluk hangatnya melepaskan ingar bingar rindu di dadamu. Menumpuk rindu hingga jemu, meski kau tahu rindu ini tak kan sampai sejauh apa pun kau menggapai.

Kau tak perlu tahu seperti apa rasanya tersiksa oleh rindu yang harus ku tahan mati-matian. Aku hanya asal merindu. Entah rindu ini sudah benar atau tidak. Yang ku pahami hanya rinduku sudah begitu lama membeku, menderu waktu yang terus melaju. 

Aku tidak ingin menyelesaikan rindu. Biarkan aku terus merindumu hingga menggebu. Jangan bilang aku bodoh karena membiarkan rindu merasuki setiap inci tubuhku, menutup setiap rongga oksigen hingga aku sesak karenanya. 

Teruslah merindu...

9/18/2015

Setiap Perpisahan Punya Cerita Sendiri

There is no good in good bye. Setiap perpisahan punya cerita sendiri. Setiap perpisahan punya luka sendiri. Ketika kamu memutuskan berpisah dariku, aku tahu luka yang kamu tinggalkan tidak akan mengering dengan cepat. Detik saat kamu bilang, "Aku bosan. Kita putus aja ya". Dengan kesadaran penuh aku mengiyakan karena memang aku sadar beberapa minggu belakangan ini kita seperti kehilangan arah. Kamu nanya, aku jawab, kamu diem aku juga diem, kamu tiba-tiba ngajak pulang ditengah-tengah film yang lagi seru-serunya, aku nurut aja walaupun kesel setengah mati. Tidak pernah ada ucapan selamat malam dengan cium kening yang selalu ku tunggu-tunggu ketika kamu mengantarku pulang. 

Semuanya terjadi begitu cepat dan aku sudah berusaha mengembalikan apa yang mulai hilang. Aku yakin bisa menemukan celah di hati kamu walaupun sedikit untuk mengisi ulang perasaan yang perlahan mati. Setiap malam aku tidak pernah absen meneleponmu hanya untuk sekedar berbagi cerita kegiatanku hari itu. Tiga hari berturut-turut aku datang ke rumahmu dengan sebungkus bubur ayam favorit kita berdua, tiga hari berturut-turut pula kamu menolak dan membiarkan bubur ayam itu dingin. 

"Seledrinya terlalu banyak aku ga suka," kamu menolak.
"Ya udah aku pinggirin seledrinya biar kamu bisa makan," aku mencoba membujukmu.
"Ga usah aku sarapan di kampus aja. Kamu bawa mobil kan ke sini? Aku berangkat sendiri ya." Kamu bergegas mengambil tas dan keluar menuju garasi. Aku masih terpaku di dapur. Bukan seledrinya yang terlalu banyak, perasaanku yang terlalu memaksa. Hari itu aku gagal begitu pula hari-hari berikutnya.

Aku mulai lelah berusaha karena tembok yang kamu buat semakin tinggi. Akhirnya aku menyerah membiarkan perasaanmu mencari jalannya sendiri. Setidaknya aku pernah berjuang tak kenal lelah untuk kamu, untuk kita. Di satu titik aku sadar jika kita memaksa untuk tetap bertahan, kita berdua akan sama-sama tersakiti. Sepenuh hati aku relakan kamu pergi mencari bahagia yang kamu hendaki.

"Dulu kita pernah sedekat nadi, namun sekarang kita sejauh matahari dan bumi"


2/27/2015

Kamar Mandi: Aku Bisa Bersembunyi

Orang bilang jangan terlalu menunjukkan perasaan di depan orang yang kau sukai. Aku merahasiakannya sampai tak satu pun orang tahu apa yang aku rasakan. Rahasia selalu butuh tempat agar tetap menjadi rahasia. Kamu tahu jika aku menyukai kamar mandi untuk merahasiakan semuanya? Ketika aku menangis di bawah shower dan orang-orang mengira aku sedang mandi. Ketika aku duduk menangis di atas closet, menekan flush-nya setiap dua menit, dan orang-orang mengira aku sedang buang air kecil. Sangat rahasia, bukan? Kamu hanya perlu mengunci pintunya saja lalu, voila! rahasiamu tersimpan.

Mengaku saja jika kamu pernah pergi ke kamar mandi untuk menerima sebuah telepon yang kamu bilang pada kekasihmu itu hanya telepon dari seorang teman, padahal bukan.

Aku suka kamar mandi dengan semua rahasianya. Seperti sekarang, aku sedang duduk di atas closet dan mengetik tulisan ini di telepon selulerku. Ini rahasia.

2/12/2015

Rindu dengan Diam

Malam ini tepat saat aku sedang mengetik, dia ada di hadapanku sedang asyik dengan dunia lain dalam anime komik. Di luar sana masih gerimis kecil, aku lebih memilih menghangatkan diri dengan secangkir Red Velvet  panas dan seperti biasa dia tak pernah lepas dari kafein. Tidak banyak yang kita ceritakan malam ini. Disela-sela dia tenggelam dengan komiknya aku bertanya ngalor ngidul ga jelas. Kadang aku hanya memandangnya dalam diam, lalu merekam dengan jeli semua ekspresinya. Sebenarnya aku pun membawa novel tapi objek di depanku ini lebih menarik untuk ku tuliskan. Kami ingin membuat kencan malam ini berbeda. Aku lebih suka menyebutnya bookdate, walaupun aku tidak sibuk dengan novelku. 

Aku menyadari satu hal malam ini. Banyak cara untuk menyampaikan rindu dan setiap cara memiliki reaksi yang berbeda pula. Aku salah satunya yang tidak tahu cara menyampaikan rindu dengan benar. Seperti yang sedang aku lakukan sekarang hanya mencuri pandang ke arahnya dan berdoa dalam hati supaya tidak kepergok. Malu rasanya.

Dalam diam seseorang selalu ada rindu yang terpendam. Ketika kamu sudah bertahun-tahun menjalin hubungan dengan seseorang, kamu akan tahu bagaimana rasanya menyesapi rindu ini hanya dengan diam. Mungkin lebih romantis lagi kamu memeluknya erat tanpa satu kata terucap. Terasa lebih bermakna, karena kamu tahu rindu ini sudah menyiksa dan hanya kamu dan dia yang mengerti bagaimana mengungkapkannya.

Selamat menikmati rindu.



12/08/2014

Kita dan Sepi

Kamu belum merasakan yang namanya kesepian sebelum semua orang tertawa dan kamu hanya tersenyum. Saat itu yang kamu butuhkan hanya tempat sepi untuk menyendiri dan beradaptasi dengan kesepianmu. Jangan tanya bagaimana rasanya kesepian. Seperti berharap pada seseorang yang kamu cintai, tetapi dia tidak punya harapan yang sama denganmu. Hanya lebih sakit saja, karena kamu sendiri. Percayalah rasanya dua kali lipat lebih menyedihkan.

Banyak jiwa yang diam-diam menyimpan harapan dalam sepi. Ketika mereka berdoa tengah malam pada Tuhan-Nya. Ketika para penulis memilih menyendiri ke suatu tempat demi novel barunya. Ketika kamu memilih mengunci diri dalam kamar mandi dan menangis. Mereka, kita, aku, dan kamu kadang sudah merasa letih dengan dunia yang ramai sekali.

Versi yang sangat menyakitkan dari kesepian adalah ketika kamu berada di lingkungan yang tepat, semuanya mendukungmu, tidak terkecuali satu pun, lalu kamu menyingkir sejenak dari mereka dan kamu merasa lebih senang saat itu.

12/09/2013

Berbeda

Cinta kita mubadzir dan menyebalkan. Bukan cerita cinta yang layak
untuk dijadikan sebuah buku ataupun film.

Aku letakkan kardus coklat di lantai diantara barang-barang yang berserakan. Aku duduk bersila, menghela nafas panjang, melihat sekelilingku dengan tatapan yang entah aku tidak bisa menjelaskannya. Sejujurnya, aku sedih dan miris, semuanya berakhir seperti ini tanpa aku rencanakan. Kau yang membuat cerita indah, kau yang menjadi aktor, dan aku menjadi aktris paling bahagia saat itu. Aku mengambil sebuah foto berbingkai kayu coklat muda dengan aksen bunga yang kaku, foto kita dengan background suasana malam kota Jogja. Foto ini aku kumpulkan dengan barang-barang kenangan kita. Mungkin aku bisa membuang semua barang ini, namun, tidak dengan kenangan kita. Aku berusaha untuk mengabaikan apa yang mereka pikirkan, pendirianku tetap mencintaimu. Semakin besar perasaan ini, semakin aku merasa tidak ada jalan. 

"Apa yang akan kita lakukan dengan semua ini?", suatu malam aku pernah bertanya padamu.
"Aku tidak mengerti maksudmu."

"Iya. Tentang aku, kamu, dan perbedaan yang ada. Kita seperti berada dalam dua sel tahanan yang berbeda, namun satu ruangan, hanya bisa bertemu, tetapi tidak bisa bersatu. Kau pernah menganalogikan seperti itu?" 
"Aku tidak pernah mengandaikan kita. Aku hanya ingin kita benar-benar nyata dan ada. Itu saja. Saat kau mengandaikan sesuatu, sama saja kau sedang tidur dengan mata terbuka. Percuma."
"Baiklah. Kau pernah berpikir bagaimana dengan kita? Aku tidak mau hanya menjalani tanpa berpikir."
"Aku tahu Tuhan kita satu, hanya bentuknya saja yang berbeda. Jadi, kita ini tetaplah satu, walaupun berbeda. Tuhan menyatukan umatnya dengan cara yang unik dan sulit dimengerti, salah satunya kita. Perbedaan itu indah jika kita melihat dengan sudut pandang yang berbeda juga." 

Aku selalu percaya pada setiap inci cinta yang aku berikan untukmu adalah sebuah doa. Tanpa henti aku mengamininya setiap hari. Pun cintaku bertambah setiap hari, doaku semakin mekar, Tuhan semakin sadar, cinta kita bersandar. Dia mendengar doaku dan mengabulkannya, cinta kita benar-benar bersandar, karena ia letih berjuang. Sekencang apapun ia berlari, sekeras hatinya berusaha, tak ada garis finish diujung mata. Doaku turut berhenti dan mulut ini tak pernah lagi mengamini.

Apa aku bisa menyalahkan Tuhan karena cinta yang Dia takdirkan tak bergaris finish? Atau aku menyalahkan cupid yang salah membidik panahnya? Lebih parahnya apa aku yang salah karena mencintaimu? Mungkin kau juga salah karena membalas perasaanku. Entahlah bisa-bisa aku menyalahkan seisi dunia. 

Ku rapikan semua barang kenangan kita di dalam kardus coklat dengan hati-hati, aku takut secuil kenangan akan berhamburan keluar. Baiklah, saat aku menutup kardus ini, saat itu pula aku memulai cerita baru untukku dan Tuhanku.

7/01/2013

Break The Rule

"Kau tidak bisa bertingkah seperti ini! Kau harus tetap tinggal di rumah dan keluarkan semua baju-bajumu dari koper!" Seoran ibu setengah baya berkata menahan amarah yang sedari tadi ia kontrol agar tidak berteriak. Malam ini suasana rumah terasa mencekam. Seorang anak perempuan berumur 23 tahun sibuk memasukkan baju-baju ke dalam sebuah travel bag

Perempuan itu sudah menangis sejak beberap menit yang lalu, "Apa?? Tinggal di rumah ini?? Rumah yang selalu mengubur mimpi orang-orang yang berada di dalamnya maksud ibu?? Begitu?? Aku punya mimpi yang harus aku selesaikan dan itu tidak akan terjadi jika aku tetap makan dan minum di rumah ini." Dadanya terasa sesak karena menahan beban yang sudah ia pendam berpuluh-puluh tahun. 

"Mimpimu sudah ibu tentukan dan kau tidak bisa menawar apapun! Lihat semua kakakmu sekarang sudah menjadi "orang" dan mereka tidak pernah bertindak bodoh sepertimu! Mereka bahagia dengan hidup mereka berkat ibu dan kau harus belajar dari kedua kakakmu.!" Ibu setengah berteriak dengan nafas yang tersengal-sengal karena emosi.

"Bahagia dengan pilihan ibu bukan pilihan mereka dan bahagia dengan menikahi laki-laki yang sama sekali tidak mereka cintai. Dan lagi-lagi ibu bisa menyebut mereka bahagia ketika Alexa datang kemari tengah malam dalam keadaan babak belur karena dihajar suaminya sendiri, suami pilihan ibu! Bagaimana dengan Sandra yang melihat dengan mata kepala sendiri suaminya yang lagi-lagi pilihan ibu sedang bercumbu dengan wanita lain?? Mereka juga terpaksa mengubur cita-cita mereka karena sudah jengah berdebat dan bertengkar dengan ibu." Perempuan itu berkata sembari berteriak, menangis, dan meraung-raung seperti kesetanan tanpa peduli malaikat mencatat sebagai dosa yang tiada ampun karena meneriaki ibunya sendiri. 
Biarlah, aku benar-benar letih dengan semua ini, batinnya. 

Diantara tangisannya ia melanjutkan, "Ibu tidak bisa membalas masa lalu kepada kami! Aku, Alexa, dan Sandra tahu semua ini karena dendam masa lalu ibu kepada nenek yang telah menikahkan ibu dengan ayah dan membiarkan mimpi ibu menjadi seorang psikolog berhamburan lalu berkahir menjadi ibu rumah tangga. Ibu melanjutkan kembali episode masa lalu itu kepada kami, anak-anak ibu yang punya banyak mimpi di kepala. Aku tidak akan membiarkan hidupku bernasib seperti Alex dan Sandra!" Nesya, nama perempuan itu, berjalan keluar kamar menarik kopernya. 

Matanya terhenti pada seorang laki-laki yang umurnya lebih dari setengah abad sedang duduk di kursi ruang keluarga. Ayahnya selalu diam saat anak-anak perempuan mereka bertengkar dengan ibu. Mata mereka bertemu sekian detik dan ayahnya mengangguk sambil menunjuk pintu rumah dengan dagunya. Nesya mengerti apa yang ada dalam pikiran ayah. Dia bergegas meninggalkan rumah dan dengan jelas Nesya mendengar ibunya berteriak lantang.

"Pintu rumah ini tidak akan terbuka untukmu sampai kapanpun, Nesya!" 

Aku akan membuka sendiri pintu rumah itu dengan kesuksesanku nanti, batinnya.

Malam itu Nesya benar-benar meninggalkan rumah dan berjuang sendiri. Dia letih menjadi korban masa lalu ibunya. Nesya merasa keluarganya kacau, walaupun ayah ibu masih bersama.

Banyak hal yang terjadi pada kedua kakaknya tanpa sepengetahuan ibu. Alex, kakak sulungnya, ternyata sudah setahun ini berada di Singapura meniti karir menjadi model profesional. Dulu Ibu memaksa Alex menjadi seorang pegawai bank pemerintah. Alex juga menjalin hubungan terlarang dengan seorang fotografer sebuah majalah gaya hidup. Pernikahan dengan suaminya, Joe, pria keturunan Indo-Belanda, merupakan kesalahan besar dalam hidupnya karena Joe tidak memberinya nafkah sama sekali. Joe juga hobi "main tangan". Mereka sepakat tidak bercerai dahulu untuk sementara waktu demi ibu.

Sandra, kakak nomer dua, lagi-lagi tanpa sepengetahuan ibu, sudah menetap di ibu kota dan sibuk bekerja dengan  production house menyiapkan sekuel sebuah film. Dia menjadi script writer dan semua film yang naskah nya dia tulis selalu laku dipasaran. Pernikahannya juga kacau dengan pria kaya pemilik beberapa resort mewah di Bali. Theo, entah sudah berapa kali Sandra melihatnya sedang menggoda tamu-tamu wanita. Lebih parah lagi suatu malam Sandra melihat Theo sedang memeluk mesra seorang wanita bule di bar hotel.

Nesya memejamkan matanya dan menghirup nafas dalam-dalam. Sesak didadanya terasa semakin menusuk.  Bulir-bulir air mata deras membasahi pipinya. Dia berada di dalam taksi menuju bandara. Kepergiannya malam ini sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Nesya juga sengaja menunggu hingga kuliahnya selesai dan menjadi sarjana, jadi dia tidak punya tanggungan apapun di kota ini. Bukan hanya untuk lepas dari tekanan ibu ia pergi dari rumah, namun, ada satu hal penting yang harus ia selesaikan. Naskah novel yang dia kirim ke penerbit ternama di Jakarta beberapa bulan lalu ternyata di terima dan sekarang sudah masuk percetakan, bahkan, seminggu lagi akan launching.

Suara deru mesin pesawat yang sedang take off terdengar sangat bising, namun, tidak bagi Nesya. Suara itu mendadak merdu di telinganya seperti mendengar suara kebebasan. Dia menghirup dalam-dalam hawa dingin di pesawat dan menghembuskannya perlahan seakan menikmati jengkal demi jengkal oksigen. Nesya merapatkan jaketnya dan bersiap untuk tidur selama penerbangan, namun, sayup-sayup dia mendengar lagu yang sangat ia kenal, bahkan ia menjadikan lagu itu soundtrack hidupnya sendiri. Kepalanya menoleh ke penumpang laki-laki berambut cepak di sebelahnya yang terlelap dengan earphone di telinga.

"Sepertinya pencari kebebasan sepertiku," Nesya menggumam dan memejamkan matanya diiringi lagu itu.


You could go the distance
You could run the mile
You could walk straight through hell with a smile

(Hall of Fame-The Script)